Bekasi – Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (Ubhara Jaya) mempersembahkan seminar Nasional bertajuk ”Pemahaman Tentang Kanker Payudara dan Terapi Psikologisnya” di Auditorium Ubhara Jaya, Bekasi, Rabu,30 Agustus 2017. Acara ini menghadirkan dr.Walta Gautama,Sp.B (K) ONk yang telah malang melintang di dunia onkologi dan kedokteran, khususnya berkaitan dengan kesehatan payudara. Seminar nasional ini juga menghadirkan Psikolog Mabes Polri, Dr. AKBP.Rinny Wowor,Psi dan Psikolog senior Tika Bisono, Psi.,M.Psi.T. Ketua YKPI (Yayasan Kanker Payudara Indonesia), Ibu Linda Agum Gumelar juga turut hadir untuk memberikan kata sambutan.
Saat memberikan sambutan dan membuka Seminar yang diikuti sekitar 300 peserta dari unsur Civitas Akademik Kampus, Mahasiswa dan masyarakat umum, Rektor Ubhara Jaya, Irjen Pol (Purn) Drs. Bambang Karsono, SH, M.M, sangat berharap materi-materi yang dipaparkan narasumber seminar dapat memberikan wawasan kepada masyarakat terkait bahaya kanker payudara, terapi psikologis serta pencegahannya.
Sementara itu, dalam sambutannya, Ibu Linda Agum Gumelar berharap dengan diadakannya seminar ini dapat meningkatkan kepedulian kaum wanita terhadap bahayanya penyakit kanker payudara. “Pada kesempatan kali ini juga saya menghimbau untuk memberi dukungan kepada keluarga, sahabat ataupun orang terdekat kita yang terkena penyakit kanker payudara untuk selalu optimis untuk melawan kanker,”harap Ibu Linda Agum Gumelar.
Menjadi seorang wanita, berarti terpapar kemungkinan mengalami kanker payudara. Risiko ini akan meningkat seiring usia. Ada beberapa faktor risiko yang menyebabkan seseorang rentan terkena kanker payudara seperti usia di atas lima puluh tahun, kontrasepsi oral, menstruasi dini, riwayat tumor jinak pada payudara, kehamilan pertama di usia tua, menopause di usia lanjut, pola hidup tidak sehat seperti obesitas, jarang berolahraga, merokok, dan tidak menyusui. Demikian pemaparan dr.Walta Gautama,Sp.B (K) Onk kepada peserta seminar.
Dr. Walta melanjutkan, salah satu gejala utama kanker payudara adalah timbulnya benjolan yang padat, keras, tidak rata dan tidak mudah digerakkan pada payudara atau daerah sekitar ketiak. Seringnya benjolan tanpa rasa nyeri. Pada kasus yang lebih serius, muncul gejala kulit payudara yang kemerahan, cekungan seperti lesung pipit pada payudara, dan kulit mengerut seperti kulit jeruk. Luka di puting yang tidak sembuh-sembuh, keluar cairan merah atau kecoklatan, puting tertarik ke dalam dll. “Untuk mengetahui adanya benjolan atau tidak, seseorang dapat melakukan pemeriksaan terhadap payudaranya sendiri atau SADARI secara rutin setiap bulan di antara hari ke-7 menstruasi sampai hari ke-10,”imbuh dokter dari RS Kanker Dharmais ini. Semakin dini ditemukan semakin tinggi angka kesembuhannya, tentunya semakin murah pengobatannya.
Vonis kanker bagi sebagian orang merupakan pukulan berat yang mengoyak jiwa dengan pengobatan yang melelahkan dan menyakitkan serta biaya pengobatan yang mahal. Pada kondisi ini, pasien kanker akan memasuki proses tekanan atau stres sehingga rentan depresi. Demikian seperti yang diungkapkan Psikolog Dr.AKBP.Rinny Wowor,Psi.
“Penelitian menunjukkan gejala kanker payudara yang muncul, proses pengobatan, terganggunya kerja fisiologis tubuh dan memburuknya kondisi fisik, membawa dampak yang signifikan terhadap psikologis pasien. Itulah pentingnya memahami kondisi psikologis selain rasa sakit yang dialaminya.”
Tidak semua pasien kanker payudara terpuruk psikologisnya. Berdasarkan pengalaman yang ditemui dr. Walta, beberapa pasien tetap optimis menjalani hidup dengan kanker. “Bentuk penghayatan, jenis kelamin, latar belakang sosial budaya, tingkat kematangan emosi dan tipe kepribadian merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi respon seseorang akan permasalahan khususnya pengalaman sakit,” ungkap Dr.Rinny.
Terkena kanker memang tidak mudah, meski begitu Dr. Rinny berpesan bagi para pasien kanker untuk survive dengan memiliki kepribadian yang tahan banting menghadapi tekanan hidup. “Ini merupakan modal psikologis dalam diri individu untuk menerima dan menghadapi sesuatu.”Selain ketangguhan, salah satu cara untuk menghadapi penderitaan adalah dengan memunculkan self-compassion. Self Compassion diartikan sebagai menghibur, ramah dan perduli terhadap diri sendiri. “Bila diperlukan, Psikolog akan membantu dengan memberikan konseling dan pemberian Logotherapy atau makna hidup.”
Sementara itu, Psikolog Tika Bisono menekankan pentingnya dukungan sosial dan empati seperti dari suami, lingkungan keluarga, teman dan kerabat agar pasien mampu menjalani proses penyesuaian dirinya dalam lingkungan sosial. Orang Indonesia biasanya kalau ada keluarganya yang sakit berat dan tengah mengeluh, seringkali salah kaprah dalam menunjukkan empatinya,” kata Tika. Kata-kata yang biasanya keluar dari rasa empati keluarga penderita adalah kalimat-kalimat mendukung seperti, ”Kamu harus sabar, jangan putus asa”. Atau kalimat, ”Ayo, jangan putus asa. Kamu pasti bisa sembuh”. Menurut Tika, Kata-kata seperti itu bukan yang diinginkan penderita. Mereka bukan membutuhkan dukungan tetapi membutuhkan orang untuk mendengar apa yang mereka rasakan,” ujarnya. Jika keluarga penderita bisa menjadi pendengar yang baik, maka rasa takut, sedih, marah, dan kecewa, akan keluar, sehingga bisa meringankan beban hati penderita.