
Bekasi – Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (UBJ) selenggarakan Seminar Nasional dengan mengusung tema “RUU KUHAP dan Arah Baru Sistem Peradilan Pidana di Indonesia.” Acara ini dilaksanakan pada Jumat (04/07/2025) di Auditorium Grha Tanoto, Kampus II Universitas Bhayangkara Jakarta Raya dan secara daring melalui Zoom Meeting serta Youtube.
Baca Juga: Seminar Nasional Fakultas Hukum Ubhara Jaya: Menakar Masa Depan Penegak Hukum di Indonesia
Acara ini dihadiri oleh Kepala Bidang Hukum Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Abrianto Pardede, S.H., S.I.K., M.H, beserta jajaran yang mewakili Kapolda Metro Jaya. Seminar ini juga dihadiri oleh dosen dan mahasiswa kampus mitra yaitu, Universitas Esa Unggul, Universitas Budi Luhur, Universitas Marsekal Udara Suryadarma, dan Universitas Borobudur.

Acara dibuka dengan sambutan dari Dekan Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, Prof. Dr. St. Laksanto Utomo, S.H., M.Hum, dalam sambutannya mengatakan bahwa seminar KUHAP ini sangat penting karena membahas bagaimana implementasi KUHAP baru.
“Seminar sosialisasi KUHAP ini sangat penting karena kita membahas tentang arah baru sistem peradilan pidana di Indonesia. Sistem peradilan pidana dalam KUHAP serupa dengan sistem peradilan pidana terpadu yang menganut Integrated Criminal Justice System. Dimana sistem ini diletakkan pada landasan prinsip diferensiasi fungsional dalam undang-undang, jadi tidak ada dominasi kepemilikan. Semoga seminar ini memberikan pencerahan bagi para hadirin terkait pembahasan yang diangkat,” ucapnya.

Rektor Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (UBJ), Irjen. Pol. (Purn) Prof. Dr. Drs. Bambang Karsono, S.H., M.M., Ph.D., D.Crim., (Honoris Causa), dalam sambutannya menjelaskan bagaimana KUHAP menjadi dasar hukum bagi Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, serta aparatur penegak hukum lainnya dalam memutuskan keputusan sesuai dengan koridor perundang-undangan serta maksud dari pembaruan KUHAP.
“KUHAP berfokus pada tata cara penegakkan hukum pidana atau Criminal Law Enforcement Procedure. Artinya KUHAP memuat ketentuan tentang prosedur penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga pemeriksaan di pengadilan yang menjadi dasar hukum bagi Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, serta aparatur penegak hukum lainnya dalam koridor perundang-undangan agar sesuai dengan kewenangannya. Pembaruan KUHAP dimaksudkan sebagai pelengkap terhadap diberlakukannya KUHP yang baru pada tahun 2026, sehingga dibutuhkan norma yang lebih ketat dan terintegrasi guna memperkuat koordinasi antara penyidik dan penuntut umum demi terwujudnya pra pidana yang adil dan transparan,” jelasnya.
Irjen. Pol. (Purn) Prof. Dr. Drs. Bambang Karsono, S.H., M.M., Ph.D., D.Crim., (Honoris Causa), juga mengatakan bahwa Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (UBJ) selalu terbuka sebagai ruang kolaborasi.
“Melalui Seminar Nasional ini, kita dapat membangun modal kolektif berupa pengetahuan keberanian intelektual dan kepedulian bersama terhadap arah sistem peradilan pidana di Indonesia. Perlu diingat bahwa sistem hukum yang baik tidak hanya ditentukan oleh rumusan normatifnya, tetapi juga oleh kualitas manusianya, kesadaran etik para penegaknya, dan semangat kolaborasi lintas institusi. Universitas Bhayangkara Jakarta Raya berkomitmen untuk terus membuka ruang kolaborasi dan kerja sama strategis guna mewujudkan arah baru sistem peradilan pidana di Indonesia yang lebih kuat dalam legitimasi, etika hukum, dan kepercayaan publik,” ucapnya.
Seminar Nasional ini menghadirkan akademisi dan praktisi hukum berpengalaman yang aktif berkontribusi dalam pengembangan sistem peradilan pidana di Indonesia. Narasumber terdiri dari (Kaprodi Magister Ilmu Hukum UBJ) Dr. Edi Saputra Hasibuan, S.H., M.H, (Dosen Program Doktor Hukum UBJ) Dr. Joko Sriwidodo, S.H., M.H., M.Kn, dan (Jaksa dan Dosen Pascasarjana UNS) Dr. Yudi Kristiana, S.H., M.H. serta dimoderatori oleh (Dosen Fakultas Hukum UBJ) Dr. Lusia Sulastri, S.H., M.H.

Dr. Edi Saputra Hasibuan, S.H., M.H, menyampaikan materi dengan judul “Mengukur Kompetensi Penyidik dalam RUU KUHAP.” Dr. Edi dalam paparannya menyampaikan bahwa dalam RUU KUHAP, Polri tetap menjadi aktor utama dalam tahap penyelidikan dan penyidikan. Namun, tantangan muncul dengan penguatan pengawasan proses penyidikan, pembatasan penahanan, dan perluasan peran praperadilan. Usulan syarat pendidikan S1 Hukum bagi penyidik dinilai lebih tepat diatur dalam regulasi internal Polri (Perkap), bukan dalam RUU. Rekomendasi diarahkan agar RUU KUHAP fokus pada penguatan prosedural hukum, bukan aspek administratif kelembagaan. Mahasiswa sebagai generasi penerus diharapkan memahami bahwa KUHAP merupakan fondasi perlindungan hukum yang harus menjunjung due process of law, asas praduga tak bersalah, dan fair trial. Kesimpulannya, RUU KUHAP bukan hanya reformasi teknis, tetapi wujud komitmen negara dalam memperkuat sistem hukum yang adil dan menghormati HAM.

Selanjutnya, Dr. Joko Sriwidodo, S.H., M.H., M.Kn, menyampaikan materi berjudul “Menakar Masa Depan Rancangan KUHAP Keadilan Restorative dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia.” Dr. Joko menyampaikan, restorative justice merupakan pendekatan penyelesaian perkara pidana yang melibatkan pelaku, korban, keluarga, dan masyarakat untuk mencapai keadilan yang menyeluruh dan berorientasi pada pemulihan, bukan semata-mata hukuman. Dasar hukumnya sudah tertuang dalam berbagai regulasi seperti SE Kapolri, Peraturan Kejaksaan, dan Peraturan Mahkamah Agung. Meskipun RKUHAP membawa pembaruan positif, seperti pengaturan rekaman CCTV saat pemeriksaan dan penguatan hak-hak tersangka, masih ada potensi risiko penyalahgunaan jika tidak diawasi ketat, misalnya soal penangkapan tanpa batas waktu atau dominasi penyidik atas bukti elektronik. Dibandingkan sistem hukum negara lain seperti Jerman dan Inggris, Indonesia perlu memastikan bahwa prinsip-prinsip seperti due process of law dan perlindungan HAM tetap menjadi prioritas utama.

Setelah itu, Dr. Yudi Kristiana, S.H., M.H, menyampaikan materi berjudul “Catatan Kritis: Hubungan Penyidik dan Jaksa Penuntut Umum dalam RUU KUHAP.” Dr. Yudi menyoroti pentingnya harmonisasi antara KUHP yang telah disahkan dan akan berlaku pada 2026 dengan RUU KUHAP yang tengah dibahas. RUU KUHAP idealnya harus mencerminkan semangat KUHP baru, memperbaiki kelemahan KUHAP 1981, dan mengakomodasi perkembangan hukum serta prinsip-prinsip internasional. Salah satu persoalan utama yang diangkat adalah hubungan antar subsistem dalam sistem peradilan pidana dalam penyidikan, penuntutan, dan persidangan yang selama ini terfragmentasi dan sarat ego sektoral. Dalam RUU KUHAP, perlu ada penyederhanaan antara tahap penyelidikan dan penyidikan karena keduanya sangat mirip, dan disarankan digabung menjadi satu tahap saja dengan istilah “penyelidikan” yang mencakup kewenangan penyidikan. paya paksa seperti penangkapan dan penahanan juga harus mendapatkan izin pengadilan sebagai bentuk perlindungan HAM dan penguatan kontrol institusional.
Tim Media dan Publikasi
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Call Center Humas UBJ: +62 878-4162-4810