Orasi Ilmiah Moralitas Agama dalam Pembangunan Peradaban Bangsa Pada Wisuda Sarjana dan Pascasarjana Di Ubhara Jaya
Bekasi – Sebanyak 835 Mahasiswa Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (Ubhara Jaya) menjalani upacara wisuda, Selasa (3/10/2017) di Auditorium Ubhara Jaya Kampus II Bekasi. Dalam kesempatan tersebut cendikiawan dan Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, Prof. Dr. Nasaruddin Umar hadir memberikan orasi ilmiah dengan tema “Kontribusi Moralitas Agama di dalam Membangun Peradaban Bangsa”.
Dalam orasinya, Prof Nasaruddin menegaskan, saat ini dunia maupun Indonesia tengah menghadapi berbagai macam ancaman radikalisme dengan kedok agama islam. Menurut beliau, kelompok radikal tersebut sebenarnya menyandera Islam dan berusaha mengubah wajah Islam menjadi anarkis serta bernuansa terorisme. Hal ini sangat bertentangan dengan Islam rahmatan lil alamin.
Selanjutnya, prof Nasaruddin menyebut generasi muda sebagai target untuk menjadi pelaku teror bagi kelompok radikal, karena mereka pada umumnya belum mempunyai dasar agama yang kuat. Kondisi inilah yang membuat mereka mudah dicuci otaknya dan mudah dipengaruhi oleh kelompok radikal teror berbasis agama yang dianggap ajaran paling benar.
Radikalisme sesungguhnya tidak lain adalah faham yang mempunyai keyakinan ideologi tinggi dan fanatik serta selalu berjuang untuk menggantikan tatanan nilai atau status quo yang sudah mapan dan atau sistem yang sedang berlangsung. Mereka berusaha untuk mengganti dengan tatanan nilai tersebut dengan tatanan nilai baru sesuai dengan apa yang diyakininya sebagai tatanan nilai benar. Radikalisme merupakan suatu kompleksitas nilai yang tidak berdiri sendiri melainkan ikut ditentukan berbagai faktor; termasuk faktor ekonomi, politik, dan pemahaman ajaran agama.
Dikatakan Prof.Nasaruddin, radikalisme bisa meningkat menjadi terorisme manakala pemerintah atau masyarakat salah dalam menanganinya. Sebaliknya radikalisme yang dibina dan disalurkan melalui kegiatan positif maka hasilnya juga positif. Pertanyaannya sekarang, bagaimana memahami dan mendalami setiap gerakan yang menjurus kepada kelompok atau faham radikalisme? Radikalisme bukan hanya menempel di dalam perjuangan yang bersifat keagamaan seperti semangat jihad, tetapi juga radikalisme bisa mengambil bentuk macam-macam. Ada radikalisme ideologi kedaerahan, seperti kekuatan yang berusaha untuk memisahkan diri dengan NKRI yang dalam lintasan sejarah bangsa Indonesia tidak pernah sepi, meskipun eskalasinya relatif kecil dan sporadis. Radikalisme juga bisa muncul di dalam bentuk kekuatan liberalisme yang berusaha melemahkan sendi-sendi yang mapan di dalam masyarakat lalu digantikan dengan ideologi kebebasan dan keterbukaan di seluruh lini kehidupan masyarakat
Radikalisme juga bisa muncul dalam bentuk pasar bebas yang berusaha mempengaruhi berbagai kalangan masyarakat, termasuk pemerintah dan tokoh-tokoh masyarakat lokal untuk memberikan pengakuan terhadap kekuatan era pasar bebas. Mereka mengesankan bahwa pasar bebas adalah solusi terbaik bagi semua bangsa yang ingin bertahan di abad 21 ini. Mereka yang menolaknya akan digilas oleh roda-roda gila pasar bebas itu sendiri.
Kepada wisudawan, Prof Nasaruddin menyampaikan, radikalisme tidak sesuai dengan kondisi obyektif bangsa Indonesia yang beradab dan berperadaban santun. “Jika ada suatu gagasan, sebagus apapun gagasan itu, akan tetapi menggunakan cara-cara radikal maka perlu dipikirkan untuk ditolak, karena jelas tidak sejalan dengan nilai luhur agama dan bangsa Indonesia,”kata Prof Nasaruddin. Selain itu, Prinsip Bhinneka Tunggal Ika (bercerai berai tetapi tetap satu) harus mandarah daging bagi segenap warga bangsa Indonesia jika mereka menghendaki negerinya hebat dan tidak bercerai berai oleh maraknya radikalisme yang mengancam keutuhan bangsa.