Literasi Digital Jadi Kunci Tangkal Hoax di Kalangan Mahasiswa Ubhara Jaya

Bekasi – Penyebaran hoax atau berita palsu justru menjadi tantangan besar yang terus mengintai, terutama di kalangan mahasiswa. Minimnya literasi digital dan kurangnya kemampuan berpikir kritis kerap menjadi penyebab utama mahasiswa mudah terpengaruh bahkan ikut menyebarkan informasi yang belum terverifikasi.
Dalam merespons tantangan ini, mahasiswa Program Studi Psikologi Universitas Bhayangkara Jakarta Raya melakukan sebuah penelitian kualitatif dengan pendekatan psikoedukasi. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan literasi digital sebagai langkah preventif terhadap penyebaran hoax di kalangan mahasiswa.
Penelitian yang dibuat oleh mahasiswa Ajeng Cahya Lestari, Alyaa Mahira, Annisa Khurrotul Luthfil Aini, Chyntia Martini, Nadia Karin dan dosen Rijal Abdillah ini pun telah dipublikasikan dalam Jurnal Humaniora, Sosial dan BisnisVol. 3No. 1Januari 2025, hal. 182-193.
Dalam jurnal ini dijelaskan pelaksanaan kegiatan intervensi pada 6 Desember 2024, melibatkan 9 mahasiswa semester 3. Metode psikoedukasi digunakan dalam bentuk pelatihan terstruktur yang disertai diskusi interaktif dan penyampaian materi mengenai hoaks serta literasi digital.
Dalam hal ini, mahasiswa diajak memahami pentingnya memverifikasi informasi sebelum menyebarkannya serta mengenali bias kognitif seperti bias konfirmasi. Responden diberikan kuisioner untuk menggali pandangan mereka. Hasilnya, mayoritas (6 dari 9 responden) menyebut bahwa penyebab utama penyebaran hoax di kalangan mahasiswa adalah rendahnya literasi digital.
Responden juga menyoroti pengaruh media sosial dan minimnya kemampuan berpikir kritis sebagai faktor penyerta. Sebanyak 8 dari 9 responden menyatakan bahwa orang cenderung mempercayai hoaks yang sesuai dengan keyakinan mereka karena adanya bias konfirmasi.
Mereka lebih mudah menerima informasi dari kelompok yang dianggap relevan dan cenderung mengabaikan fakta yang bertentangan dengan pandangan mereka. Hal ini menunjukkan pentingnya edukasi untuk meningkatkan kesadaran akan objektivitas dalam menyaring informasi.
Menariknya, seluruh responden (9 dari 9) menyatakan bahwa mereka biasa memeriksa kebenaran informasi sebelum membagikannya, seperti dengan membandingkan berbagai sumber, mengecek melalui situs pemeriksa fakta, dan mencari bukti pendukung.
Baca Juga: Mengupas Pentingnya Perlindungan Data Pribadi di Era Digital Lewat Jurnal Dosen Ubhara Jaya
Sementara itu, 6 dari 9 responden sepakat bahwa platform media sosial memiliki tanggung jawab besar dalam menghentikan penyebaran hoaks. Beberapa dari mereka menyarankan agar media sosial menyediakan fitur pelaporan dan menggunakan teknologi deteksi hoaks secara aktif. Mereka juga menyebut pentingnya penerapan kebijakan tegas dari platform digital untuk mencegah peredaran informasi palsu.
Ketika ditanya tentang pengalaman pribadi dalam menyebarkan hoax, 5 dari 9 responden menyatakan tidak pernah terlibat, sementara 4 orang lainnya mengaku pernah, meskipun tidak sengaja. Dari pengalaman tersebut, mereka belajar pentingnya berpikir kritis, mengecek kebenaran sumber informasi, dan berhati-hati dalam membagikan konten di media sosial.
Hasil penelitian ini menegaskan bahwa intervensi psikoedukasi efektif dalam meningkatkan kesadaran dan mengubah pola pikir mahasiswa. Melalui kegiatan ini, mahasiswa dibekali dengan keterampilan untuk menghadapi tantangan informasi digital dengan lebih bijak.
Ke depannya, literasi digital bukan hanya tanggung jawab individu, melainkan juga institusi pendidikan, pemerintah, dan platform media sosial. Dengan edukasi yang berkelanjutan, terutama melalui pendekatan psikoedukasi yang terbukti efektif, mahasiswa diharapkan mampu menjadi agen perubahan dalam menyebarkan informasi yang valid dan membangun masyarakat yang lebih kritis terhadap informasi digital.
Tim Media dan Publikasi
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya